Rabu, 30 Agustus 2017

What Is Leadership?

            Begitu konyol kepemimpinan sekarang ini, orang-orang masih saja berkelut dengan masalah-masalah sepele.  Bahkan ada yang menyepelekan sesuatu yang terpenting dalam kepemimpinannya. Bukankah suatu jabatan itu adalah sebagian dari tanggung jawab kita terhadap yang dipimpin? Dan bukanlah sebuah keistimewaan yang membawa gelar menuju kenikmatan melainkan gelar yang akan mengguyur ia dalam kenistaan ataupun kehinaan sepanjang hayat.


Dari cuplikan opini diatas apakah masih ada yang mau maju untuk menjadi seorang pemimpin? Yah, selama pemerintahan Nabi besar Muhammad Saw. Banyak dari kaum muslim berbondong-bondong meraih gelar sebagai seorang raja, yang kita kenal dalam institusi kita adalah Presiden, MPR, DPR, MA dan masih banyak lagi. Semua itu tercermin dari kepedulian kita terhadap Bangsa dan Negara, ditambah lagi pernyataan Sang Kuasa bahwa manusia dilahirkan sebagai khalifah fiil ‘ard. Titik inilah yang meyakinkan diri seseorang untuk tetap maju melangkah demi menjalankan amanah besar dari atasan maupun untuk membawa sebuah perubahan menuju kemaslahatan ummat.
pelatihan-leadership.blogspot.com
Satu rujukan yang penulis ingin ajukan kepada teman-teman. What is leadership? Pertanyaan ini slalu menjadi ulasan diberbagai pihak dalam perdebatan kepemimpinan. Beberapa orang memiliki pandangan tersendiri untuk menginterpretasikan arti sebuah kepemimpinan. Dalam hal ini, gerakan seorang pemimpin akan berpacu pada penafsiran kepemimpinan itu masing-masing. Disinilah letak perbedaan tiap pemimpin dalam menjalankan amanah yang secara sah diserahkan kepadanya. Mengenal arti dari kepemimpinan itu sendiri, Jhon C.Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.
Ada dua kata yang tidak lepas dari penjabaran Jhon C.Maxwell dalam hal kepemimpinan yaitu mempengaruhi dan mendapat pengikut, dalam penjabarannya memiliki implikasi khusus dalam keberlangsungan tanggung jawab seorang pemimpin diantaranya adalah:
o  Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan dan bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, tidak akan ada pemimpin.
o   Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his of herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
o    Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap betanggung jawab yang tulus (compassion), pengetahuan (gnosis), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi.

Telah kita kenal berbagai macam prosesi kepemimpinan disetiap institusi, namun perlu halnya kita ketahui akan hakikat dari kepemimpinan itu adalah:
Pertama, tanggung jawab, bukan keistimewaan. Masih disayangkan jabatan seorang pemimpin menjadikannya lupa akan hakikatnya di bumi ini, sehingga tanggung jawab yang harus diemban berubah menjadi sebuah keistimewaan dengan bergelimang harta.
Kedua, pengorbanan, bukan fasilitas. Seorang pemimpin yang memiliki integritas terhadap dirinya untuk rela mengorbankan hak milik demi kesejahteraan rakyat. Serta merta menggunakan fasilitas yang memfasilitasinya sesuai dengan kebutuhan.
Ketiga, kerja keras, bukan berpangku tangan. Setiap orang memiliki kehidupan yang pasang surut, jika ia berusaha gigih untuk mencapai misinya, maka ia akan berada pada titik pencapaian misi itu begitupun sebaliknya. Pemimpin bukan berarti ia telah masuk area peristirahatan, melainkan kedudukan seorang pemimpin adalah awal dari kesuksesan yang ia raih.
Keempat, melayani bukan sewenang-wenang. Maukah kamu menjabat sebagai seorang pelayan? Tidak. Jelas, mayoritas warga Negara tidak suka dengan predikat sebagai pelayan, tapi mengapa mereka tetap saja memperebutkan kedudukan sebagai seorang pemimpin? Yang jelas, pemimpin adalah pelayan bagi negaranya. Inilah gambaran yang menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat.

Kelima, keteladanan atau kepeloporan, bukan pengekor. Akhir dari hakikat ini yang menjadi pokok perubahan yang akan didapatkan seorang pemimpin, jika ia mampu memberi keteladanan ataupun mempelopori keberlangsungan kekuasaan yang diemban, tanpa harus menjadi penguntit ditengah-tengah pemerintahannya. Ia harus berani untuk mencoba ide-ide yang menjadi langka dalam kepemerintahan seorang pemimpin. Dan perlu diingat, orang yang sukses akan melihat  kekurangan dirinya, dan berupaya untuk mengubah peradaban dunia dalam pola kepemimpinannya.

id.linkedin.com



Selasa, 08 Agustus 2017

Budaya Pesantren Sebagai Panutan


“Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia”.( Deddy Mulyana: Komunikasi Antarbudaya)

Dari kutipan di atas, Deddy Mulyanan  memaparkan berdasarkan realitas yang terjadi. Yaitu ketika budaya membentuk cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Begitupun budaya sangat berperan dalam pembantukan suatu wilayah maupun personalitas seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Termasuk di dalamnya system agama, bahasa, politik, pakaian, bangunan, karya seni dan berbagai macam system. Dan itu semua telah dibentuk oleh nenek moyang kita. Meskipun ada beberapa ragam budaya yang terbentuk oleh pemaduan antar budaya. Yang di kenal dengan budaya baru.

Terkadang tanpa kita sadari ritualitas keseharian kita di bentuk oleh budaya.  Sebagaimana, ketika saya memasuki wilayah pondok pesantren Nurul Jadid khususnya wilayah Al-hasyimiyah. Dimana ketika itu saya sama sekali belum diperkenalkan dengan apa yang dimaksud dengan pesantren maupun kegiatan-kegiatan apa yang menjadi prioritas utama dari sebuah pesantren?. Saya masuk sebagai anak itik yang mengikuti induknya. Maksudnya saya hanya mengikuti alur pesantren melalui kakak kelas “takhlidul-á’mââyaitu ikut-ikutan tanpa mempertimbangkan kebenarannya. Saya menjadikan diri mereka sebagai panutan untuk melakukan kegiatan pondok, yang terkadang jalan buntu yang saya dapatkan. Ini disebabkan ketidak pahaman saya akan budaya pesantren.

Pesantren yang dikenal dengan kehidupan para wali, yaitu ritualitas yang ada di dalamnya mencerminkan kegiatan para wali Allah. Sebagaimana kyai yang menjadi pusat pembentuk akhlak para santrinya dan Masjid sebagai pusat ibadah para santri. Kyai dikenal sebagai Wali yang menuntun kaum Islam menuju surga-Nya, begitu pula Masjid adalah komponen dasar yang ada dalam pesantren. Tanpa adanya ke empat unsur yaitu: Kyai, santri, masjid dan pondok maka tidaklah ia disebut pesantren. Oleh karena itu, apabila ke empat unsur itu di gabungkan maka pesantren akan terbentuk. Dan sekarang pesantren menjadi pusat pendidikan di kalangan kaum Islam khususnya di Jawa Timur.

Di pesantren inilah saya menyadari akan pentingnya pengetahuan agama dibanding pengetahuan umum. Agama islam yang mengajarkan untuk bertahlîl, dhibå’, Qirõ’atul munjiyât dan beragam kegiatan lain, dan ini semua saya dapatkan di dunia pesantren. Yang telah membudaya di seantero pesantren-pesantren indonesia khususnya Jawa Timur.

Ketika saya cenderung masuk dalam dunia pesantren, saya baru mengenal serta mebedakan apa yang pantas di lakukan oleh seorang santri, dan itu semua mengubah pola pikir maupun tingkah saya dalam melakukan kegiatan-kegiatan. Sebagai contoh, ketika para santri menetapkan penggunaan sarung ke Mushallah, dengan sendirinya saya sedikit demi sedikit mengetahui kegunaan sarung sebagai “sucian” (di kenal dalam pesantren sebagai cap suci agar ibadahnya di terima di sisi Allah). Tak dapat dipungkiri jiwa kesederhanaan santri tercermin dalam kesehariannya menggunakan sarung. Dengan budaya sarung, seorang santri tanpa sadar ia telah masuk dalam keseharian-keseharian para wali.

 Dengan jiwa kesederhanaan yang dimiliki para wali, ia mampu menerima pemberian Allah dengan rasa syukur. Meskipun kekayaan telah dibentangkan di hadapannya seluas-luasnya. Namun apa yang terjadi? Para wali Allah tetap teguh pendiriannya untuk membela agam Allah yaitu Islam. Dengan jalan dakwah fîîsabîîlillah.




          Saya berharap kebudayaan yang ada di pondok pesantren ini, telah terpatri dalam jiwa saya dan jiwa Sahabat Pena. Dan mampu mempertahankannya untuk di bawa ke masyarakat sebagai pedoman menuju Islam kamil. Amin yaa Rabbal Alamin.

Sabtu, 29 Juli 2017

Menyepuh Kekafiran Melalui Jalan Dakwah

MAKALAH

MENYEPUH KEKAFIRAN MELALUI JALAN DAKWAH
Makalah ini diajukan sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah Tafsir  II

Dosen Pembimbing:
Drs. H. Bakir Muzanni M.Pd.I


Disusun Oleh:

Rif'atul Khoiriah M
Umiatul Hasanah
Fifin Rizkiyatul H
Nurul Istiqomah
Farida Hidayati
Lailatul Arifah

FAKULTAS  DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

قل يأ هل الكتب لا تغلوأ فى دينكم غير الحق ولا تتبعوا اهوأ هوا ء قوم قد ضلوأ من قبل وأضلوأ كثيرا وضلواعن سواء السبيل.
Artinya:
Katakanlah: “Hai ahl al-kitab ,janganlah kamu berlebih-lebihan dalam agama kamu dengan cara tidak benar .Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dan mereka telah menyesatkan banyak(orang),dan mereka dari jalan yang lurus.”(QS.al-Maidah:77).
Setelah jelas kesesatan dan kekeliruan orang yahudi serta nasrani,maka kedua kelompak ahl al-kitab itu diingatkan agar tidak melampaui batas dalam beragama,termasuk melampaui batas dalam keyakinan tentang Isa as dengan mempertaruhkannya sebagaimana orang-orang nasrani,atau menuduhnya anak haram sebagaimana orang yahudi .Katakanlah :”hai ahl  al-kitab ,yahudi dan nasrani ,janganlah kamu berlebih-lebihan yakni melampaui batas dalam agama kamu dengan cara tidak benar,antara lain jangan mempertuhankan  Isa as atau melecehkan beliau.Dan janganlah kamu seperti orang yang bersungguh-sungguh mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw.Dan mereka tidak sekedar sesat tetapi juga telah menyesatkan banyak orang ,dan mereka sesat dari jalan yang lurus setelah kedatangan Nabi Muhammad saw.
Lanjutan ayat ini menjelaskan bahwa sikap keterlaluan Yahudi dan Kristen ini mirip dengan keyakinan orang-orang Musyrik sebelum mereka yang meyakini adanya sifat-sifat Rububiyyah pada benda-benda materi dan alami. Mereka juga menilai semua itu memiliki peran di dalam urusan kehidupan alam raya ini.
Dari ayat di atas dapat kita peroleh pelajaran bahwa agama berdiri di atas dasar keadilan dan sifat seimbang. Segala bentuk sikap keterlaluan baik berlebihan atau kurang dalam memandang tokoh-tokoh agama, tidak sejalan dan dasar-dasar agama.

B.     Rumusan Masalah
1.     Jelaskan dan analisiskan ayat-ayat yang terkandung dalam surat al-Baqarah:109, al-Maidah:77, al-a’raf:199-200 dan al-Hajj:78.?
2.      Apa kode etik dakwah yang terkandung dalam ayat-ayat di atas?
3.      Dengan cara apa umat Muslim menyepuh kekafiran melalui jalan dakwah?
4.      Berikan contoh ayat yang terkandung dalamnya ijtihad!


C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui analisis ayat-ayat yang terkandung dalam surat al-Baqarah:109, al-Maidah:77, al-a’raf:199-200 dan al-Hajj:78.
2.      Untuk memahami kode etik dakwah yang terkandung dalam ayat-ayat di atas.
3.      Untuk menghalau kekafiran yang terjadi disekitar masyarakat melalui jalan dakwah fii  sabilillah


BAB II
PEMBAHASAN

A.Surat Al-Baqarah 109

1. Ayat 109
ودكثير من  اههل الكتا ب لو يرد  ولكم من بعد ايما نكم كفا را حسدا من عند انفسهم من بعد ما تبين لهم الحق فا عفوا واصفحوا حتى يأتي الله بأ مره ان الله على كل شيئ قدير .  
Artinya:
“Banyak diantara ahl al-kitab menginginkan seandainya mereka dapat mengembalikan kamu setelah keimanan kamu kepada kekafiran karena iri hati yang(timbul)dari dalam diri mereka ,setelah nyata bagi mereka kebenaran.Maka maafkan dan biarkanlah mereka,Sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.Sesungguhnya Allah maha Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa keinginan itu mustahil dapat tercapai.Ia mustahil sebagaimana diisyaratkan oleh kata ( لو ) Lau yang digunakan dan menunjukkan pengandaian menyangkut sesuatu yang mustahil terjadi.Namun perlu di catat bahwa kemustahilan itu dikaitkan Allah dengan pernyataan yang mengikuti pengandaian tersebut,yakni (من بعد ايما نكم) min ba’di imanikum/setelah keimaman kamu.
Memang, bila iman telah bersemai di dalam kalbu, hati akan merasakan kelezatannya.Ketika itu, apapun rayuan dan godaan , atau bahkan ancaman dan sanksi, semua itu tidak akan berbekas atau mempengaruhi san mukmin.Iri hati adalah keinginan untuk menjauhkan nikamat yang sedang diperoleh seseorang, baik nikmat itu kemudian beralih kepada yang iri hati, maupun tidak. Kaum Yahudi ingi agar kenikmatan iman yang menghiasi jiwa orang-orang mukmin berubah menjadi kekufuran, sehingga kaum mukmin dan sebagian orang Yahudi itu berada dalam posisi yang sama.
            Keinginan mengembalikan kaum mukmin kepada kekufuran adalah akibat dari iri hati dan kedengkian yang muncul dari dalam diri mereka, bukan dating dari faktor luar.ini berarti bahwa kedengkian mereka sungguh besar lagi mantap.
            Pernyataan Allah yang amat tegas dan tidak berselubung itu,mungkin mengundang sementara kaum muslim untuk bertindak tidak tepat.Paling tidak ,bias jadi ada yang bermaksud membalas dendam.iri hati dibalas iri hati yang serupa.Mungkin aja ada yang ingin menganiaya atau mencerca mereka dan atau agama mereka,seperti yang mereka lakukan terhadap kaum muslim .Nah ,lanjutan ayat diatas mencegah pembalasan yang tidak adil itu.Lanjutan ayat menuntun kaum muslim untuk melapangkan dada dan memberi tenggang waktu ,siapa tahu mereka insaf dan beriman :Maafkan mereka dan biarkan mereka sampaiAllah mendatangkan perintah-NYA, Yakni mengizinkan kamu menindak mereka .Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu.Memaafkan artinya tidak membalas kejahatan dan kesalahan ,melainkan menghapus bekas luka dihati.Sedangkan membiarkan adalah tidak mengingat –ingat kesalahan ,bahkan membuka lembaran yang baru.
            Ayat ini sekaligus memberi isyarat bahwa iman yang bersemai dihati orang-orang mukmin ketika itu sedemikian mantap sehingga melahirkan kekuatan yang dapat menghentikan ulah orang-orang yahudi .Karena adanya kekuatan itu,maka Allah memerintahkan mereka menahan diri ,sebab hanya yang memiliki kekuatan mental yang dapat menahan diri dan memberi maaf.
B.Surat Al-Maidah Ayat 77
1. Ayat 77
قل يأ هل الكتب لا تغلوأ فى دينكم غير الحق ولا تتبعوا اهوأ هوا ء قوم قد ضلوأ من قبل وأضلوأ كثيرا وضلواعن سواء السبيل.
Artinya:
Katakanlah: “Hai ahl al-kitab ,janganlah kamu berlebih-lebihan dalam agama kamu dengan cara tidak benar .Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dan mereka telah menyesatkan banyak(orang),dan mereka dari jalan yang lurus.”
2. Daftar mufrodats
. يا آهل اكتا ب dipahami sebagai ditujukan kepada orang-orang nasrani saja ,karena ayat ini ditempatkan sesudah kecaman kepada mereka ,dan dengan demikian yang dimaksud dengan larangan ini adalah larangan kepada kepada orang-orang nasrani agar tidak berlebihan dalam memandang Isa as.
تغلوا            digunakan juga dalam arti meneliti hakikat sesuatu dengan sungguh-sungguh ,serta menganalisis yang tersembunyi dari satu teks
غير الحق         bermakna tercela ,dalam arti yang tidak dibenarkan ,karena haq adalah sesuatu yang terpuji sehingga yang bukan haq adalah tercela.
3. Analisis dan Munasabah Ayat
            Setelah jelas kesesatan dan kekeliruan orang yahudi serta nasrani,maka kedua kelompak ahl al-kitab itu diingatkan agar tidak melampaui batas dalam beragama,termasuk melampaui batas dalam keyakinan tentang Isa as dengan mempertaruhkannya sebagaimana orang-orang nasrani,atau menuduhnya anak haram sebagaimana orang yahudi .Katakanlah :”hai ahl  al-kitab ,yahudi dan nasrani ,janganlah kamu berlebih-lebihan yakni melampaui batas dalam agama kamu dengan cara tidak benar,antara lain jangan mempertuhankan  Isa as atau melecehkan beliau.Dan janganlah kamu seperti orang yang bersungguh-sungguh mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw.Dan mereka tidak sekedar sesat tetapi juga telah menyesatkan banyak orang ,dan mereka sesat dari jalan yang lurus setelah kedatangan Nabi Muhammad saw.
Diatas disebutkan dua kesesatan ,Kesesatan pertama menyangkut kandungan tuntunan Nabi Musa atau Isa as,Dan kesesatan kedua berkaitan dengan tuntunan Nabi Muhammad saw dan al-qur’an.
            Thabathaba’I berpendapat lain ,Menurutnya ,ayat ini mengajak orang yahudi dan nasrani sejak terjadinya kekeliruan akidah mereka hingga masa kini tentang tuhan dan manusia ,agar tidak melampaui batas dalam beragama ,yakni dalam memandang ‘Uzair demikian sebagaimana keyakinan orang yahudi .Mereka dilarang mengikuti hawa nafsu kaum sebelum mereka ,yakni para penyembah berhala yang meyakini adanya anak-anak tuhan ,Sebagaimana dijelaskan dalam sejarah agama –agama,seperti agama mesir kuno ,yunani,india,dan cina .memang sangat logis jika ajaran mereka itu telah menyusup dan meresap kedalam keyakinan umat yahudi dan nasrani sehingga merekapun mempercayai ‘Isa dan ‘Uzair sebagai anak-anak tuhan .Ini juga telah diisyaratkan oleh al-qur’an dengan firmannya.:
وقا لت اليهود عزير. ابن اللهوقالت النصرى المسيح ابن الله  ذا لك قلهم بآ فو ههم  يضهئو ن قول الذين كفروآ من قبل  قتلهم الله  انى يؤ فون.
Artinya:
“Orang-orang yahudi berkata :’Uzair itu putra Allah dan orang nasrani berkata :’Al-masih itu putra Allah.Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka ,mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu .Dilaknati Allah-lah mereka;bagaimana mereka sampai berpaling?”(QS.at-Taubah]9[;30)
            Sebagaimana orang-orang yahudi sebelum mereka yang telah mengikuti hawa nafsu mereka. Umat nasrani sangat membenci orang yahudi yang berlebihan dalam sikap keberagamaan mereka .Tetapi tanpa sadar ,mereka telah menempuh cara yang sama dalam beragama.Dari sini teguran menjadi sangat pada tempatnya.
            Nabi Muhammad saw .juga memperingatkan umatnya agar tidak melampaui batas dalam beragama.”Janganlah melampaui batas dalam beragama,Karen umat sebelum kamu binasa disebabkan olehnya”(HR.Ahmad).Dalam shahir bukhari diriwayatkan memalui ‘Umar ra .bahwa Nabi saw. Bersabda:”Janganlah kamu  memujiku sebagaimana orang nasrani memuji putra maryam .Aku tidak lain kecuali hamba,maka katakanlah :’Hamba Allah dan Rasul-Nya’.
            Pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan juga mengenai sikap berlebihan Ahli Kitab berkenaan dengan para nabi mereka. Ayat ini sekali lagi menegur sikap keterlaluan mereka dalam agama dan mengatakan, penjelasan mengenai kesempurnaan para nabi, tidak boleh menyebabkan kalian terkena sifat berlebihan, sehingga mendudukkan mereka di tempat yang tidak semestinya.
            Sejarah manusia penuh dengan sikap berlebihan atau kurang. Sebagian orang merendahkan para nabi lebih rendah daripada manusia biasa dan menyebut mereka sebagai gila, tak berakal dan sebagainya. Sementara kelompok lain, mendudukkan para nabi lebih tinggi daripada tingkat manusia dan mendudukkan mereka sejajar dengan Tuhan. Padahal para nabi adalah orang-orang seperti manusia lainnya, yang disebabkan kesucian dan kemuliaan, mereka mempunyai kelayakan untuk menerima wahyu Ilahi.
Lanjutan ayat ini menjelaskan bahwa sikap keterlaluan Yahudi dan Kristen ini mirip dengan keyakinan orang-orang Musyrik sebelum mereka yang meyakini adanya sifat-sifat Rububiyyah pada benda-benda materi dan alami. Mereka juga menilai semua itu memiliki peran di dalam urusan kehidupan alam raya ini.
Dari ayat di atas dapat kita peroleh pelajaran bahwa agama berdiri di atas dasar keadilan dan sifat seimbang. Segala bentuk sikap keterlaluan baik berlebihan atau kurang dalam memandang tokoh-tokoh agama, tidak sejalan dan dasar-dasar agama.
C. Al-a’raf Ayat 199-200
1. Al-a’raf 199-200
           خذالعفووامربالعرف واعرض عن الجهلين(199) واماينزغنك من الشيطن نزغ فاستعذبا لله انه سميع عليم(200)
  Artinya :
“Ambillah maaf dan suruhlah yang ma’ruf, serta berpalingnya dari orang-orang jahil. Dan jika engkau benar-benar dibisikkan oleh syetan dengan satu bisikan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Setelah ayat-ayat yang lalu mengecam dengan keras kaum musyrikin dan sesembahan mereka, maka kini tiba tuntunan kepada rasul saw. dan umatnya tentang bagaimana menghadapi mereka lebih lanjut, agar kebejatan dan keburukan mereka dapat dihindari. Ayat ini berpesan; Hai Nabi Muhammad saw, Ambillah maaf, yakni  jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpaling dari orang-orang jahil.
2. Tafsir Mufrodat
( خذ ) khudz/ambillah. Kata ini digunakan untuk memberi mudharat, karena itu makna melakukan suatu makna melakukan  suatu aktivitas, atau menghiasi diri dengan satu sifat yang dipilih dari sekian banyak pilihan. Dengan adanya beberapa pilihan itu , kemudian memilih salah satunya, maka pilihan tersebut  serupa  dengan mengambil.
( العفو ) al-‘afwu/maaf, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ‘ain, fa’ dan waw. Maknanya berkisar pada dua hal yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya.
الجهلين ) al-jahilin adalah bentuk jamak dari kata ( االجاا هل ) jaahil. Kata ini di gunakan Al-Qur’an bukan sekedar dalam arti seorang yang tidak tahu / bodoh, tetapi juga dalam arti pelaku yang kehilangan control dirinya. Istilah ini juga digunakan dalam arti mengabaikan nilai-nilai ajaran Illahi.
( ينزغنك  ) berasal dari kata ( نزغ ) yang artinya menusuk. Akan tetapi kata ini hanya digunakan untuk pelaku syetan. Maka dari itu kata ( ينزغ ) bisa dartikan bisikan halus syetan atau rayuan dan godaannnya untuk menghilangkan kebenaran.
3. Munasabah Ayat
            Yang berkaitan dengan surat ini ialah surat Al-Anfal ayat 11 yaitu:
اذيغشيكم النعاس امنةمنه وينزل عليكم من السماءماءليطهركم بهويذهب عنكم رجزالشيطن وليرطب علئ قلوبكم ويثبت به                                                                                                  الاقدام.                                                                                                            
 Artinya:
“(ingatlah) ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman dari padanya dan Allah menurunkan kamu hujan dari langit untuk menyucikan dengan hujan itu dan mengghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syetan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kakimu”.
Dari ayat 199-200 dalam surat Al-A’raf memerintahkan untuk manusia meminta pertolongan kepada Allah diri godaan syetan karna sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui dan pada ayat 11 dari surat Al-An’am menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah menghilangkan dari manusia gangguan syetan dan memperkuat keimanannya.
Dalam surat Al-A’raf ayat 199-200 ini menerangkan dasar-dasar akhlak karimah. Metode yang digunakan dalam ayat ini ialah dengan  cara Hikmah. Pada ayat ) خذالعفووامربا العرف) yaitu: merupakan suatu cara yang paling utama baik pengetahuan maupun perbuatan dan bebas dari kesalahan.
Dalam surat Al-A’raf  ayat 199-200, dijelaskan bahwa meskipun ayat ini hanya dengan redaksi yang sangat singkat, namun telah mencakup semua sisi budi pekerti yang luhur yang berkaitan dengan hubungan antar manusia.
Rasulullah saw. Sebagai manusia, tentu saja dapat marah jika kejahilan orang-orang musyrik telah mencapai puncaknya. Apalagi syetan yang menjadi musuh abadi manusia. Nabi saw. dan umatnya diingatnya dengan redaksi yan mengandung penekanan-penekanan bahwa jika dibisikkan yakni dirayu dengan halus dan tipu daya oleh syetan yaitu satu bisikan untuk meninggalkan apa yang dianjurkan kepadamu seperti marah, maka mohonlah perlindungan kepada Allah, dengan demikian Allah akan mengusir bisikan dan godaan itu serta melindungimu karena ssungguhnya Allah Maha Mendengar atas permohonan dan Maha Mengetahui  apa yang engkau dambakan serta mengetahui pula dengan apa yang direncakan oleh syetan.
D. Surat Al-Hajj Ayat 78
1. Ayat 78
وجهدوا في الله حق جهاده. هواجتبكم وماجعل عليكم في الدين من حرج ملة ابيكمم ابراهيم. هو سمكم المسلمين من قبل وفي هذاليكون الرسول شهيدا عليكم وتكونوا شهداء علي الناس. فاقيمواالصلوة واتوا الزكوة واعتصموا بالله هو مولكم. فنعم المولى ونعم النصير.(سورة: الحج٧٨ )
Artinya:
            “Dan berjihadlah pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama sedikit kesempitanpun; agama orang tua kamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu muslim sejak dahulu dan di dalam ini, supaya Rasul menjadi saksi atas kamu dan supaya kamu mejadi saksi atas segenap manusia, maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan berpeganglah pada (tali) Allah. Dia pelindung kamu, maka Dialah sebaik-bak pelindung dan sebaik-baik penolong.
            Shalat, ibadah dan amal kebajikan bukanlah sesuatu yang mudah dipenuhi, karena dalam diri manusia ada nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan, disekelilingnya ada setan yang menghambat, karena itu manusia perlu berjihad mencurahkan seluruh tenaga dan emampuan agar amal-amal kebajikan itu dapat terlaksana dengan baik.
2. Analisis Ayat Berdasarkan Pendapat Ilmuan Tafsir.
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah, sebenar-benarnya jihad” dari penggalan ayat ini al-Qurthubi dalam Tafsirnya: “Setengah ahli tafsir berkata: “Yaitu berjihad memerangi kafir.” Setengah lagi menafsirkan: “Ini adalah isyarat menyuruh kerja keras untuk melaksanakan segala yang diperintah Allah, menghentikan segala larangan-Nya.” Artinya berjihadlah terhadap dirimu sendirisupaya hanya kepada Allah saja taat dan kekanglah nafsu bila hawanya telah mendorong, dan bejihadlah menentang syaitan yang mencoba memasukkan was-wasnya. Berjihadlah membendung orang zalim dari kezaliman-nya dan orang kafir di dalam kamu menolak kekafirannya.
Terhadap diri sendiri kita melakukan jihad, Nabi bersabda menurut Hadits yang dirawikan Ibnu Syuraih:
المجاهد من جاهد نفسه لله عزوجل
“Orang yang mujahid ialah yang berjihad terhadap diri sendiri karena Allah Azzawajalla.”
Pernah pula ditanyakan orang kepada Rasulullah saw: Apakah jihad yang paling utama?
اي الجهادافضل؟
Beliau menjawab:
كلمة عدل عندسلطان جائر
Artinya:
“Kata-kata yang benar dihadapan penguasa yang zalim.”
“Dia telah memilihmu.” Ini adalah ucapan penghargaan tertinggi Tuhan kepada orang yang beriman, karena hanya mereka yang sanggup berjihad terus-menerus, hilang atau terbilang, menang atau syahid. Sesungguhnya Dia tidaklah menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesempitan. Dimana agama Islam mewajibkan penganutnya untuk shalat 5 waktu dan jika ia tidak mampu melaksanakannya dalam keadaan berdiri maka diperbolehkan duduk dana jika tidak mampu maka diperbolehkan atasnya berbaring dana begitulah terus-menerus. Sebagaimana agama ini tidak memberatkan penganutnya dalam mengemban amanah sebagai Khalifah.
pada ayat inilah terdapat perintah beramal baik yang menegaskan bahwa: perhatikanlah ajakan yang terdapat pada ayat sebelumnya dan berjihadlah yakni curahkan semua kemampuan dan totalitas kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya yakni karena Allah serta sesuai keagungan-Nya untuk menegakkan kalimat Allah dan mengalahkan musuh dan hawa nafsu, sehingga kamu menjadi hamba-hamba-Nya yang taat. Sungguh perlu kamu lakukan hal itu dalam rangka mensyukuri-Nya karena Dia telah memilih kamu sebagai umat pertengahan dan pilihan serta menjadikan kamu sekalian sebagai pembela-pembela agama-Nya dan apa yang diperintahkan itu tidaklah berat bagimu karena Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama yang dipilih-Nya untuk kamu itu sedikit kesempitanpun yakni Allah tidak menetapkan satu hukum agama yang menyulitkan atau memberatkan kamu, Dia justru memberikan kemudahan setiap terjadi kasus yang memberatkan kamu. Oleh karena itu, pegang teguhlah agama ini, sebagaimana Dia tidak menjadikan sedikit kesulitanpun pada agama orang tua kamu Ibrahim. Nabi yang sangat agung dan diagungkan oleh semua penganut agam samawi. Nabi yang menolak penyembahan berhala sambil mengumandangkan aqidah tauhid. Dia yakni Allah telah menamai kamu muslim yakni orang-orang yang berserah diri. Penaman itu sejak dahulu, di dalam kitab-kitab suci yang telah diturunkan-Nya dan begitu pula di dalam Al-Qur’an ini; supaya Rasul menjadi saksi atas kamu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.
Karena banyaknya nikmat Allah kepada kamu, antara lain yang isebut di atas dan karena kamu adalah umat pilihan-Nya, maka laksanakan shalat secara baik dan bersinambung dan tunaikanlh zakat secara sempurna dan berpeganglah kamu semua pada tali agama Allah. Dia saja pelindung yang menangani serta memenuhi keperluan kamu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
3. Kosakata Penafsiran Ayat.
 Kata ) جهاد ) jihad diambil dari kata ( جهد ) juhd yang mempunyai aneka makna, antara lain: upaya, kesungguhan, keletihan, keulitan, penyakit, kegelisahan dan lain-lain. Dalam Al-Qur’an ditemukan sekitar empat puluh kali kata jihad, dengan berbagai bentuknnya. Maknanya bermuara kepada mencurahkan seluruh kemampuan dan menanggung pengorbanan.
            Mujahid adalah yang mencurahkan seluruh kemampuannya dan berkorban dengan nyawa atau tenaga, pikiran, emosi dan apa saja yang berkaitan dengan diri manusia. Jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Caranya disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan dengan modal yang tak tersedia. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, bahkan kelesuan, tidak pula pamrih.
            Ada kesalah pahaman tentang pengertian jihad; ini mungkin disebabkan karena sering kali kata itu baru terucapkan pada saat perjuangan fisik, sehingga diidentikkan dengan perlawanan bersenjata. Kesalahpahaman itu disuburkn juga oleh terjemahan yang keliru terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang jihad dengan anfus. Kata anfus seringkali ditejemahkan dengan jiwa.
            Al-Qur’an mempersonofikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata nafs. Kalau demikian, tidak meleset jika kata itu dalam konteks jihad dipahami dalam arti totalitas manusia, sehingga kata nafs mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, walhasil totalitas manusia, bahkan juga waktu dan tempat, karena manusia tidak dapat memisahkan diri dari keduanya. Pengertian ini, dapat diperkuat dengan perintah berjihad pada ayat yang ditafsirkan ini yang tidak menyebut objek jihad.
            Sejak masih di Makkah, ketika kaum muslimin belum kuat dan belum mampu mengangkat senjata atau melawan secara fisik, Allah telah memerintahkan berjihad. Ketika itu Allah berfirman:
فلا تطع الكافرين وجاهدهم به جهادا كبيرا اجتباكم.
“Maka janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengannya (yakni dengan Al-Qur’an) dengan jiha yang benar” (QS.al-Furqan:52).[1]
            Beraneka ragam jihad dari segi lawan dan buahnya. Ada jihad melawan orang-orang kafir, munafik, setan, hawa nafsu, dan lain-lain. Buahnya pun berbeda-beda. Jihad Ilmuan adalah pemanfaatan ilmunya; Karyawan adalah karyanya yang baik; Guru adalah pendidikannya yang sempurna; Pimpinan adalah keadilannya; Pengusaha adalah kejujurannya, Pemangkul senjata adalah kemerdekaan dan penaklukan musuh yang zalim. Semua jihad apapun bentuknya dan siapapun lawannya, harus karena Allah dan tidak boleh berhenti sebelum berhasil dan kehabisan modal. Itulah yang dimaksud dengan ( حق جهاده ) haqq jihadihi.
            Kata ( اجتباكم ) ijtabakum/ telah memilih kamu, dipahami oleh Thabathaba’i dalam arti pilihan khusus yang menjadikan seseorang hanya mengarahkan pandangan kepada Allah. Allah telah menjadi perhatiannya yang penuh sehingga tidak ada lagi tempat di dalam hatinya untuk selain Allah. Ia tidak lagi menoleh kepada dirinya tetapi selalu dalam hubungan harmonis dengan Allah yang telah memilihnya untuk hanya mengingat dan mengabdi kepada-Nya. Jika pendapat Thabathaba’I ini diterima, maka yang dimaksud terpilih oleh Allah itu, adalah manusia-manusia khusus, bukan sembarang orang beriman.
            Firman-Nya:
وما جعل عليكم فى الدين من حرج
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama  sedikit kesempitanpun”
            Dalam artian agama di atas adalah yang dipilih-Nya untuk kamu, firman di atas sejalan dengan ayat berikut:
يريدالله بكم اليسر ولايريد بكم العسر
“Allah menghendaki untuk kamu kemudahan dan Dia tidak menghendaki buat kamu sekalian atas kesulitan.” (QS. Al-Baqarah:185).
            Agama Islam sejalan dengan fitrah manusia, sehingga semua tuntutannya mudah dilaksanakan. Apabila dalam satu situasi dan kondisi terjadi hal-hal yang menjadikan seseorang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tuntutannya, maka tuntutan yang terasa memberatkannya itu menjadi ringan melalui tuntutan lainnya. Siapa yang berat berpuasa di bulan Ramadhan, maka dia dapat menangguhkannya di bulan lain, kalaupun di bulan lain dia tetap menemukan kesulitan, maka dia dapat membayar fidyah, kalau ini pun tidak, maka Allah Maha Pengampun. Hanya beberapa jenis makanan yang dilarang, itupun jika terpaksa, misalnya karena merasa lapar yaitu yang mengancam kelangsungan hidup, maka yang haram itu menjadi halal dalam batas memelihara hidup. Walhasil, “kalau satu tuntutan agama terasa berat, maka otomatis ada jalan keluar yang meringankannya.”
            Kata ( ملة) millah, terambil dari kata yang berarti meng-imla’­-kan, yakni membacakan kepada orang lain agar ditulis olehnya. Kata ini sering kali dipersamakan dengan kata din/agama. Ini karena agama atau millah adalah tuntutan-tuntutan yang disampaikan Allah SWT, bagaikan sesuatu yang di-imla’-kan dan ditulis, sehingga sama sepenuhnya dengan apa yang disampaikan itu. Menurut ar-Raghib al-Ashfahani, menggunakan kata millah, selalu dikaitkan dengan nama penganjurnya, yang dalam ayat ini dikaitkan dengan Nabi Ibrahim as. Di sisi lain, biasanya kata millah tidak digunakan kecuali untuk menggambarkan keseluruhan ajaran agama, tidak dalam rinciannya, sedang kata (دين) din penggunaan, di samping untuk keseluruhan ajaran, juga dapat untuk rinciannya.
            Firman-Nya: ( ملة ابيكم ابراهيم ) millata abikum Ibrahim/ agama orang tua kamu Ibrahim, ada juga yang memahaminya dalam arti agama Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Yang tidak terdapat sedikit kesempitan itu, sama dalam dasar dan prinsip-prinsipnya dengan millah Ibrahim as, yaitu tauhid, kesucian dengan fitrah, moderasi, penegakan hak dan keadilan, keramah-tamahan dan lain-lain. Thahir Ibn ‘Asyur memahami penggalan ayat ini sebagai pujian terhadap ajaran Islam sekaligus dorongan agar memeluknya, karena agama Islam adalah agama yang dibawa oleh dua orang Nabi agung-Muhammad saw dan Nabi Ibrahim as- dan ii menurutnya merupakan cirri khusus agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Menurut Thahir Ibn ‘Asyur- makna sabda Nabi: “Aku adalah do’a ayahku Ibrahim” (HR. Abu Daud ath-Thayalisi melalui: “Ubadah Ibn Shamith). Doa yang dimaksud adalah permohonan Nabi Ibrahim as:
ربنا و ابعث فيهم رسولا منهم
“Tuhan kami utuslah dari kalangan mereka (masyarakat Makkah) seorang Rasul dari mereka” (QS.al-Baqarah:129). Jika makna ini yang dipilih, maka itu berarti bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammas saw. Itu adalah agama Nabi Ibrahim as, dalam arti bahwa agama Islam mencakup agama Nabi Ibrahim as. Benar ahwa agama Islam mengandung banyak hokum dan tuntutan, tetapi ia mengandung banyak dari tuntutan dan ajaran Nabi Ibrahim as, yang tidak dikandung oleh syari’at yang lain, sehingga agama yang disampaikan Nabi Muhammad saw. Dijadikan bagian millah Nabi Ibrahim as. Demikianlah pendapat Thahir Ibn ‘Asyur.
Ayat ini menamai Nabi Ibrahim as, sebagai ( ابيكم ) abikum yang secara harfiah berarti ayah kamu. Ini bukan berarti bahwa mitra bicara di sini hanyalah orang-orang Arab tertentu, karena mereka memiliki garis keturunan kepada Nabi Ibrahimn as. Kata (ابيكم ) abikum terambil dari kata ( اب ) ab yang tidak selalu berarti ayah kandung atau sumber garis keturunan. Al-Qur’an menamai azar paman Nabi Ibrahim as. Dengan (اب) ab, yaitu pengartian dari surat al-An’am:74. Nabi Ibrahim mendapatkan julukan sebagai bapak orang-orang mu’min dikarenakan beliau diakui oleh al-Qur’an sebagai orang pertama/ yang paling utama yang menyatakan dirinya untuk menyerahkan diri kepada Allah, dan beliaupun menyatakan sesuai dengan firman-Nya:
فمن تبعني فانه مني
“Siapa yang mengikutiku maka sesungguhnya ia adalah bagian dari diriku” (QS. Ibrahim: 36).
            Firman-Nya ( شهيدا  ) syahidan/saksi dapat berarti objek dan juga berarti subjek, sehingga kata tersebut dapat berarti yang disaksikan atau yang menyaksikan. Rasul menjadi saksi kebenaran dan kebaikan amal-amal kaum muslimin di hari kemudian, atau Rasul akan menjadi saksi apakah sikap dan gerak ummat Islam sesuai dengan tuntutan Illahi atau tidak. Oleh karena itu, jika kita memahami kata syahid sebagai subjek. Sedang kalau kata itu dipahami dalam arti subjek maka beliau adalah yang disaksikan dan diteladani oleh kaum muslimin.
            Umat Islam sebagai syuhada’ (bentuk jamak kata dari syahid) juga demikian. Mereka kelak di hari kemudian akan menjadi saksi bahawa para Rasul terdahulu telah menyampaikan ajaran Illahi kepada umat mereka. Kesaksian ini lahir karena semua kaum muslimin memepercayai semua rasul dan tidak membedakan dalam kepercayaan mereka itu antara satu rasul dan rasul lainnya (QS. Al-Baqarah:285), dan mereka juga percaya kepada Al-Qur’an yang menyatakan bahwa para rasul itu telah menunaikan amanah Illahi dengan sempurna.
            Jika kata tersebut dipahami dalam arti objek, maka kaum mislimin adalah syuhada’ yang harus menjadi teladan-teladan kebajikan bagi umat lain setelah mereka manjadikan Nabi Muhammad saw. Teladan mereka.
            Kata ( اعتصموا ) I’tashimu terambil dari kata  ( عصم ) ‘shama, yang bermakna menghalangi. Penggalan ayat ini mengandung perintah untuk berpegang kepada tali agama Allah yang berfungsi menghalangi seseorang terjatuh. Menurut pendapat Fakhruddin ar-Razi, setiap orang yang berjalan pada jalan yang sulit, akan khawatir tergelincir jatuh. Tetapi jika ia berpegang pada tali yag terulur pada kedua ujung jalan yang dilaluinya, maka ia akan merasa aman untuk tidak terjatuh, apalagi jika tali tersebut kuat dan cara memegangnya pun kuat. Yang memilih tali yang rapuh atau tidak berpegang teguh- walau talinya kuat- kemungkinan besar akan tergelincir sebagaimana dialami oleh banyak orang.
            Ayat di atas memang tidak menyebut kata tali, tetapi firman-Nya dalam surat al-Imran:103, menyebut kata tali Allah itu. Yang dimaksud dengan tali adalah ajaran agama melalui al-Qur’an. Rasul saw melukiskan Al-Qur’an dengan sabdanya: “Huwa habl Allah al-matin ( Dia adalah tali Allah yang kukuh).”
            Kata ( مولاكم ) maulakum terambil dari kata ( ولي ) waliya yang berarti dekat. Dari makna tersebut lahir makna-makna baru seperti pembela, pelindung. Karena yang dekat pada Anda pastilah membela, melindungi serta memperhatikan kemaslahatan Anda.
Pelaksanaan tuntutan ayat di atas hasilnya adalah takwa, dan perlu diingat bahwa  awal ayat surat ini adalah perintah bertakwa, dan di sini ditunjuk cara untuk mencapai takwa itu.  


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ø  Al-Baqarah 109, Ayat ini sekaligus memberi isyarat bahwa iman yang bersemai dihati orang-orang mukmin ketika itu sedemikian mantap sehingga melahirkan kekuatan yang dapat menghentikan ulah orang-orang yahudi .Karena adanya kekuatan itu,maka Allah memerintahkan mereka menahan diri ,sebab hanya yang memiliki kekuatan mental yang dapat menahan diri dan memberi maaf.
Ø  Setelah ayat-ayat yang lalu mengecam dengan keras kaum musyrikin dan sesembahan mereka, maka kini tiba tuntunan kepada rasul saw. dan umatnya tentang bagaimana menghadapi mereka lebih lanjut, agar kebejatan dan keburukan mereka dapat dihindari. Ayat ini berpesan; Hai Nabi Muhammad saw, Ambillah maaf, yakni  jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpaling dari orang-orang jahil.
Ø  Dalam surat Al-A’raf ayat 199-200 ini menerangkan dasar-dasar akhlak karimah. Metode yang digunakan dalam ayat ini ialah dengan  cara Hikmah. Pada ayat ) خذالعفووامربا العرف) yaitu: merupakan suatu cara yang paling utama baik pengetahuan maupun perbuatan dan bebas dari kesalahan.
Ø  “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah, sebenar-benarnya jihad” dari penggalan ayat ini al-Qurthubi dalam Tafsirnya: “Setengah ahli tafsir berkata: “Yaitu berjihad memerangi kafir.” Setengah lagi menafsirkan: “Ini adalah isyarat menyuruh kerja keras untuk melaksanakan segala yang diperintah Allah, menghentikan segala larangan-Nya.” Artinya berjihadlah terhadap dirimu sendirisupaya hanya kepada Allah saja taat dan kekanglah nafsu bila hawanya telah mendorong, dan bejihadlah menentang syaitan yang mencoba memasukkan was-wasnya. Berjihadlah membendung orang zalim dari kezaliman-nya dan orang kafir di dalam kamu menolak kekafirannya.
Ø  فلا تطع الكافرين وجاهدهم به جهادا كبيرا اجتباكم.
“Maka janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengannya (yakni dengan Al-Qur’an) dengan jihad yang benar” (QS.al-Furqan:52).



DAFTAR PUSTAKA
Ø  Hamka. Tafsir Al Azhar Juz XVII. Pustaka panjimas, Jakarta 1982. Cet 2001.
Ø  Shihab Quraish. Tafsir Al-Misbah pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an. Jakarta, Lentera Hati. Cet I  2002.
Ø  Mushthafa Ahmad Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi. Semarang, Toha Putra. Cet I 1987.
Ø  Al-Qur’an dan Terjemahnya. Kompleks percetakan Al-Qur’an Khadim al-Haramain asy Syarifain Raja Fahd. Madinah Munawwarah di bawah pengawasan Depertemenn Haji dan Wakaf Saudi rabia. Thn 1413 H.



[1] AlQur’an al-Karim. Surat al-Baqarah ayat 52.